hati-hati di jalan.

Nana
2 min readAug 26, 2023

--

Ijal merasa bodoh.

Apa tadi ia terlalu canggung? Apa tadi ia terlalu terbawa emosi hingga harus meninggalkan keduanya begitu saja? Apa tadi seharusnya ia tersenyum lebih lebar? Apa seharusnya ia menanyakan kabar Mia?

Bukankah selama ini ia merindukan perempuan itu? Bukankah selama ini perempuan itulah yang selalu ia cari di perempuan lain?

“Ah, anjing!” Umpatnya kecil.

Tidak, Ijal tidak ingin lagi tinggal dalam penyesalan. Sudah cukup ia menyesal menyia-nyiakan Mia sehingga pada akhirnya Mia harus lari ke pelukan lelaki lain. Sudah cukup ia menyesal setiap harinya tidak mencoba memperbaiki hubungan mereka. Sudah cukup ia menyesal tiap malamnya untuk membuang Mia begitu saja tanpa coba mengerti perempuan yang ia yakin ia begitu cintai beberapa tahun lalu.

Pikirannya pun bulat, ia akan kembali menemui Mia dan Haikal. Dan ia akan mengajak Mia pergi meninggalkan acara ini. And they will finally have the discussion that should have happened many years ago.

Langkah Ijal dipenuhi rasa percaya diri. Ia percaya dari bagaimana Mia menatapnya tadi, masih ada setidaknya sedikit perasaan yang Mia masih simpan untuk dirinya. Dan jika harus menguras habis-habisan sedikit perasaan tersebut agar Mia mau mencoba lagi menjalin hubungan dengan Ijal, maka biarlah itu yang Ijal akan lakukan.

Namun langkah percaya diri tersebut berhenti di tengah-tengah. Pemandangan di depannya kini meruntuhkan seluruh harapannya, seluruh mimpinya yang selama ini selalu ia pikirkan bahkan di tengah siang bolong.

Di depannya berdiri Mia dan Haikal–dua orang dari masa lalunya–tengah berpelukan erat. Seolah-olah dunia sengaja memperlihatkan kembali luka yang mereka tinggalkan di hidupnya.

Dan di detik itu juga, Ijal kembali teringat tentang apa yang ia rasakan malam itu. Malam dimana akhir dari suatu cerita akhirnya mengetuk hubungannya dengan Mia. Bagaimana hubungan yang selama ini ia anggap akan menjadi hubungan terindah dalam hidupnya kemudian berubah menjadi hubungan yang akan selalu menghantuinya tidak peduli ia berada di umur berapa.

Dan begitu ia melihat senyum di wajah Mia, ia juga tersadar.

Sebagaimana ia membenci Mia karena sudah menghancurkan kebahagiaan yang ia pikir ia punya, apakah ia mau menjadi orang seperti itu? Apakah ia mau menghancurkan kebahagiaan yang Mia dan Haikal miliki saat ini demi ketamakannya sendiri? Apakah ia mau menjadi orang yang ia benci?

Sebelum kedua insan tersebut kemudian menyadari keberadaannya, ia kembali berjalan masuk ke gedung acara–dimana sahabat-sahabatnya langsung menyapanya dengan teriakan lantang.

Benar, apa yang sudah berakhir biarkanlah berakhir. Pikir Ijal.

Kini jalan mereka tidak perlu lagi bersimpangan, kini mereka tidak perlu lagi berjalan di jalan yang sama.

Kini kita adalah orang masing-masing, dengan luka masing-masing, dan perasaan masing-masing.

--

--